Trend Koor Gereja di Kalangan OMK

22.24

Paduan suara (koor, vocal group, solo dsb) dalam ibadah mempunyai dua fungsi kembar yaitu: (Pandangan ini dikemukakan oleh para aktivis Gereja. Koor dijadikan Sebagai wahana pemberitaan firman. Dan bila paduan suara ini dipahami sebagai sebagai wahana maka posisinya berdiri di pihak pelayan atau berdiri menghadap jemaat. Koor dijadikan juga Sebagai respons (aklamasi). Bila paduan suara itu dipahami sebagai akklamasi atau respon jemaat atas karya Tuhan, maka posisinya menghadap altar.

Dari pandangan di atas kita dapat mengambil sikap untuk menentukan posisi dalam ber koor (paduan suara).Dan satu hal yang perlu kita yakini bahwa kehadiran kita dalam ibadah itu juga merupakan respons terhadap karya Tuhan.Di dalam ibadah itu sendiri "Tuhan berfirman kita menjawab". Jadi baik kehadiran dan termasuk paduan suara yang kita nyanyikan merupakan respons kita terhadap karya Tuhan ataupun respon kita terhadap firman Tuhan, maka saya setuju posisi dalam ber koor (paduan suara) dalam ibadah adalah menghadap ke altar.

Dan kalaupun mengikuti pandangan yang pertama di atas "paduan suara" sebagai wahana, pemberitaan atau katakanlah kesaksian sehingga posisi yang berpaduan suara itu tampil ke depan (menghadap jemaat) maka sangat perlu kita renungkan apa yang diungkapkan Paulus ini: "...Bilama kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun" (1 Kor 14:26). Artinya mereka yang berpaduan suara itu harus menjaga supaya jangan terjadi keributan sehingga menganggu ketertiban dan melalui pakaian juga perlu mendapat perhatian, supaya tidak menjadi batu sandungan bagi orang lain, yang semuanya itu boleh masuk kategori tidak membangun dalam beribadah.

keefektifan dalam menyanyikan puji-pujian gerejani sangat tergantung pada kwalitas pemimpinnya. Saya kira, kita tidak dapat menyangkali hal itu. Karena dalam kenyataannya kita dapat menyaksikan bahwa jemaat yang sama, jika dipimpin oleh pemimpin pujian yang berbeda, dapat memberikan kwalitas yang sangat berbeda pula. Itulah sebabnya Reynolds menyarankan tiga hal penting yang harus dimiliki oleh pemimpin pujian. Pertama, adanya kemampuan untuk mempengaruhi jemaat. Hal ini dapat dicapai secara rohani, di mana pemimpin pujian memancarkan kekuatan/wibawa rohani ketika memimpin pujian tsb. Dengan demikian, yang diharapkan dari seorang pemimpin pujian bukan sekedar kemampuan teknis -seperti penguasaan dari lagu yang dinyanyikan- tetapi terutama kehidupan kerohanian yang terpancar melalui kata-kata yang diucapkan serta melalui seluruh penampilannya di depan jemaat. Kedua, kemampuan untuk peka terhadap kebutuhan yang dinyatakan jemaat.

Artinya, pada kondisi tertentu, kadang-kadang jemaat perlu didorong atau dimotivasi untuk bernyanyi lebih keras atau agar lebih menghayati setiap syair lagu yang dinyanyikan. Nah, untuk mencapai tujuan tsb, pemimpin pujian harus memiliki keberanian dan kebijakan untuk melakukannya. Ketiga, kemampuan untuk mengembangkan dan menggunakan teknik yang kreatif untuk menyanyikan puji-pujian yang baik. Termasuk di sini adalah kwalitas suara pemimpin pujian itu sendiri yang menjadi contoh nyata untuk diikuti oleh seluruh jemaat. Demikian juga, kemampuan untuk memimpin jemaat dengan tangannya, di mana kedua tangannya dapat difungsikan dengan baik untuk memberi aba-aba: cepat-lambat, keras-lembut lagu pujian tsb. Dengan perkataan lain, sangat diharapkan kemampuan pemimpin pujian untuk menguasai setiap lagu yang dinyanyikan (apakah itu 2 ketuk, 3 ketuk, 4 ketuk, dstnya) dan dengan jelas hal itu dipindahkan kedalam gerakan tangan. Sangat disayangkan jika pemimpin pujian hanya berdiri di depan jemaat seperti patung tanpa memberi pengaruh apapun!

Peranan Pemain Musik, Pada umumnya para hymnologist sepakat bahwa peranan pengiring pujian (pianis, organis atau pemain gitar) sangat menentukan dalam menciptakan pujian jemaat yang baik. Itulah sebabnya baik Eskew dan McElrath, maupun Sydnor -yang memberikan bab khusus dalam menguraikan peran pengiring pujian- berpendapat bahwa orang yang memainkan lagu puji-pujian adalah “the real leader in hymn singing”. Oleh karena itu, mereka harus melakukan yang terbaik dalam mengiringi jemaat untuk memuji Tuhan. penulis juga menegaskan bahwa bunyi suara alat-alat musik yang mengiringi nyanyian tersebut haruslah meningkatkan, memperkaya dan membantu kwalitas bernyanyi dan menjadi bagian dari keseluruhan nyanyian bersama. “Alat-alat musik tidak boleh menyimpang dari nyanyian dengan menarik perhatian padanya. Alat-alat musik sebaiknya tidak mengeluarkan suara yang terlalu keras sehingga menelan nyanyian dan para penyanyinya, atau tidak juga terlalu rendah sehingga hampir tidak memberi pengaruh”.

Saya kira, peringatan tsb sangat relevan. Dari peringatan tsb, kita menemukan dua ekstrim dari mereka yang mengiringi lagu pujian. Ekstrim pertama yaitu suara musik yang terlalu keras (ditambah lagi dengan pengeras suara dengan volume besar) sehingga menelan nyanyian dan para penyanyinya. Hal ini umumnya ditemukan dalam Gereja yang berlatar belakang Karismatik. Ekstrim yang kedua adalah suara musik yang terlalu rendah sehingga hampir tidak memberi pengaruh kepada jemaat. Hal spt ini umumnya ditemukan dalam ibadah di Gereja-gereja tradisional. Jadi, kedua latar belakang Gereja tersebut perlu waspada dan segera mengubah dan memperbaiki cara bermain musik mereka. Secara lebih kongkrit Sydnor memberikan beberapa petunjuk praktis yang harus dimiliki pemusik: harus mengerti musik dan lagu serta cara memainkannya, harus bermain tepat, pandai memberi irama, bermain dengan tempo yang baik, dan akhirnya tetap setia mengikuti teks lagu nyanyian tsb.

Hal lain yang penting untuk dilakukan adalah latihan bersama pemimpin pujian. Ada empat hal yang disarankan oleh Reynolds: a) menemukan intro yang tepat dari lagu tsb; b) mencari tempo dan nada yang tepat (usahakan mengikuti nada yang telah ditetapkan oleh pencipta lagu tsb); c) mencari gaya pengiringan; legato? Stacato? Akhirnya, kesepakatan volume suara dari alat2 musik yg digunakan.

Related Posts :